Skandal Cessie Bank Bali Saat Krismon Segera Mulai Babak Baru
Jakarta, Skandal Cessie Bank Bali pada saat krisis moneter yang terjadi pada 1997 lalu dibahas oleh Kantor Hukum KASTARA & PARTNERS LAWFIRM dengan menggelar Diskusi Publik bertajuk “EKSAMINASI PUBLIK ATAS PENGAMBILALIHAN BANK BALI” yang dibuka oleh Managing Partners KASTARA & PARTNERS LAWFIRM, Erwin Disky Rinaldo, SH, MH di Golden Ballroom, The Sultan Hotel & Residence, Jakarta, Rabu, (12 /2/2025).
Diskusi Publik dihadiri para praktisi hukum, jurnalis, akademisi dan masyarakat umum, dengan menghadirkan pembicara Drs. Satrio Firdaus Masco, SH, MM., Dr. Dian Puji Nugraha Simatupang, SH,MH., Ahmad Red, SH, MH, Adhie Massardi, Dr. Abby Maulana, SH, MH. Serta para pelaku sejarah 1997-2000.
Dalam sambutannya, Erwin menjelaskan kronologi krisis moneter pada tahun 1997 dimana pada saat itu pemerintah Indonesia memutuskan menutup 16 Bank yang dinilai sakit, sehingga terjadi kepanikan masyarakat yang kemudian menarik uangnya dari bank (rush money atau bank run), akibat merosotnya kepercayaan pada dunia perbankan.
Pada saat yang bersamaan, kata Erwin, Bank Bali Ikut membantu usaha pemerintah untuk memulihkan situasi perbankan nasional, dengan cara memberikan pinjaman antar Bank (interbank Call Money), kesediaan Bank Bali tidak lepas dari adanya permintaan Pemerintah (Bank Indonesia dan Menteri Keuangan) pada kurun bulan Oktober sampai Desember 1997 kepada pemilik saham dari Bank Bank yang sehat, untuk membantu Bank-Bank yang mengalami masalah likuiditas.
Lebih lanjut ujar Erwin, pada saat itu bahwa Kesediaan Bank Bali tidak lepas dari terbitnya Keputusan Presiden RI No. 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum (Keppres No. 26 tahun 1998) pada tanggal 27 Januari 1996, yang memberi kepastian hukum bahwa pinjaman antar Bank (Interbank Coli Money) yang diberikan, akan mendapatkan Jaminan pembayaran dari Pemerintah. Ujar Erwin.
Dr. Abby Maulana, SH, MH dalam penjelasannya berharap agar kasus Bank Bali bisa dibuka kembali agar terkuak siapa dalang penyebab hancurnya Bank Bali, dan aparat penegak hukum bisa mengusut tuntas seluruh pihak yang terlibat dalam skandal cessie Bank Bali, baik dari pihak PT Era Giat Prima (EGP), Internal Bank Bali, maupun pejabat pemerintah, diperiksa dan dimintai pertanggungjawaban hukum, Penguatan regulasi perbankan dalam pengawasan terhadap mekanisme cessie dan transaksi berbasis surat berharga agar tidak disalahgunakan, dan tindak tegas terhadap manajemen bank yang terlibat dalam penyalahgunaan wewenang, seperti memastikan audit Independen dan penerapan sanksi administratif atau pidana.
Ia berkesimpulan bahwa Pemerintah dapat mempertimbangkan Pemberian kompensasi kepada pemilik asli Bank Bali, seperti Rudi Ramli, sebagai bagian dari tanggung jawab moral atas kerugian yang diderita (korban). Memberikan penggantian atas kerugian finansial yang dialami bank Bali akibat cessie melalui mekanisme perdata atau pidana.
Lebih lanjut ujarnya, Proses penyehatan Bank Bali yang seharusnya melibatkan perbaikan manajemen, penguatan likuiditas, dan restrukturisasi aset menjadi terhambat akibat pengalihan dana secara ilegal.
Bank Bali tidak mampu mencapai target penyehatan dalam waktu yang ditentukan, sehingga akhirnya diakuisisi oleh Standard Chartered Bank pada tahun 2000. Hal Ini menunjukkan kegagalan total dalam mempertahankan Bank Bali sebagai entitas yang sehat dan independen, Jelasnya.
Mantan Jubir Presiden Abdurrahman Wahid, Adhi Massardi menilai Pemerintah melalui BPPN seharusnya membantu menyelamatkan Bank Bali sebagai bagian dari program restrukturisasi perbankan nasional. Namun, kasus ini menunjukkan bahwa, pemerintah gagal memberikan pengawasan ketat terhadap aset Bank Bali. Oknum pejabat pemerintah justru menjadi bagian dari praktik korupsi yang merugikan Bank Bali. Adhi berharap jika pihak pemilik bank Bali merasa dirugikan agar segera melakukan upaya hukum baik pidana maupun perdata, ujarnya.
Dampak Bagi Bank Bali
Kerugian keuangan negara akibat pembayaran cessie sebesar Rp546 miliar kepada PT Era Giat Prima (EGP) membuat Bank Bali semakin sulit untuk pulih dari krisis. Dana yang seharusnya digunakan untuk memperkuat likuiditas Bank Bali dialihkan secara melawan hukum, sehingga merusak strategi restrukturisasi yang dirancang oleh pihak berwenang, termasuk BPPN.
Alokasi dana yang tidak tepat menciptakan beban keuangan tambahan, baik bagi Bank Bali sendiri maupun bagi pemerintah sebagai pemilik sebagian besar aset bank melahi BPPN.
Tindak pidana korupsi oleh pejabat seperti Syahril Sabirin (Gubernur Bank Indonesia) dan Pande Lubis (Deputi Kepala BPPN) menciptakan persepsi bahwa proses penyehatan bank penuh dengan kolusi, nepotisme, dan penyalahgunaan kewenangan. Ini merusak kepercayaan publik terhadap kebijakan penyehatan bank pasca 1998 yang merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memulihkan perekonomian.
Diskusi Publik yang dimulai pada pukul 8.30 wib berakhir pukul 12.30 wib dan rencananya diskusi ini akan terus digulirkan, ujar pembawa acara diakhir acara.
