SETARA Institute Merilis Daftar 10 kota Toleran dan 10 kota Intoleran tahun 2024
Jakarta, SETARA Institute merilis daftar 10 kota Toleran dan 10 kota Intoleran tahun 2024 berdasarkan skor yang di nilai Indeks Kota Toleran adalah studi pengukuran kinerja kota, meliputi pemerintah kota dan elemen masyarakat dalam mengelola keberagaman, toleransi dan inklusi sosial.
Pengukuran IKT mengombinasikan paradigma hak konstitusional warga sesuai jaminan
konstitusi dan hak asasi manusia sesuai standar hukum HAM internasional dan tata kelola pemerintahan yang inklusif.
SETARA juga menilai rendahnya skor, namun, rendahnya skor IKT ini bukan disebabkan oleh maraknya peristiwa intoleransi atau hal-hal negatif lainnya.
“(Skor rendah) Juga disebabkan ketiadaan fokus dan inovasi terhadap pemajuan toleransi di kotanya. Sementara, kota-kota (lain) telah bergegas dalam melakukan berbagai inovasi maupun terobosan dalam pemajuan toleransi,” ujar Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan, dalam keterangannya, Selasa (27/5/2025)
Berikut 10 besar kota paling toleran versi SETARA Institute:
Salatiga – 6,544
Singkawang – 6,420
Semarang – 6,356
Magelang – 6,248
Pematang Siantar – 6,115
Sukabumi – 5,968
Bekasi – 5,939
Kediri – 5,925
Manado – 5,912
Kupang – 5,853
Berikut adalah 10 kota dengan skor IKT terendah selama 2024:
1. Kota Parepare, Sulawesi Selatan, skor 3,945.
2.Kota Cilegon, Banten, skor3,994.
3. Kota Lhokseumawe, Aceh, skor 4,140.
4. Kota Banda Aceh, skor 4,202.
5. Pekanbaru, Riau, skor 4,320.
6. Bandar Lampung, skor 4,357.
7. Makassar,Sulawesi Selatan,skor 4,363.
8. Ternate, Maluku Utara, skor 4,370.
9. Kota Sabang, Aceh, skor 4,377.
10. Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan, skor 4,381.
Halili mengatakan, dari tahun ke tahun, peringkat 10 kota dengan indeks toleransi terendah tidak banyak mengalami perubahan.Misalnya, di kota Pagar Alam dan Sabang yang pada tahun 2023 juga menempati peringkat 81 dan 85 dari total 94 kota yang diteliti.
Pada dua kota ini tidak terdapat kebijakan yang diskriminatif dan peristiwa intoleran.Namun, di dua kota ini, ekosistem toleransi belum benar-benar terbukti.
Misalnya, terkait dengan visi toleransi dalam pembangunan, kebijakan promotif toleransi, hingga kinerja pemerintah yang belum menunjukkan adanya semangat pemajuan toleransi.
Sementara itu, stagnansi kebijakan dan keinginan untuk menjadi lebih toleran juga membuat kota-kota ini menempati peringkat bawah.
Misalnya, kota Cilegon, Banda Aceh, Pekanbaru, dan Lhokseumawe yang berdasarkan pantauan SETARA Institute belum menghadirkan inovasi untuk memajukan toleransi, baik dalam bentuk program maupun kebijakan.
“Meskipun terus diupayakan dan sudah lama memiliki ruang-ruang komunikasi dialogis yang baik antaragama dan etnis, tetapi nyatanya terhambat oleh kebijakan pemerintah kota,” kata Halili.
Ada delapan indikator yang diperhitungkan dalam penilaian Indeks Kota Toleran tahun 2024 ini.
Indikator-indikator ini antara lain Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), kebijakan pemerintah kota, peristiwa intoleransi, dinamika masyarakat sipil, pernyataan publik pemerintah kota, tindakan nyata pemerintah kota, heterogenitas agama, dan inklusi sosial keagamaan.
Halili mengatakan, Indeks Kota Toleran ini diteliti berdasarkan sejumlah data yang diperoleh dari dokumen resmi pemerintah, yaitu data Badan Pusat Statistik (BPS), data Komnas Perempuan, data SETARA Institute, dan referensi media terpilih.
Pengumpulan data juga dilakukan melalui kuesioner self-assessment kepada seluruh pemerintah kota.
Sementara itu, jumlah kota yang menjadi obyek kajian ada 94 kota dari total 98 kota di seluruh Indonesia.Empat kota yang tidak disebutkan merupakan kota administrasi di DKI Jakarta yang digabungkan penilaiannya menjadi satu, yaitu kota DKI Jakarta.
