Ketua Wantimpres RI Wiranto Hadiri Peringatan Hari Pahlawan yang dilaksanakan DPP GPP.
Jakarta-tv.com
Jakarta- Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Jend TNI (Purn) H. Wiranto mengikuti Peringatan Hari Pahlawan 10 November 2020 yang dilaksanakan oleh Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Pembumian Pancasila (DPP GPP) secara virtual menggunakan zoom (10/11/2020).
Peringatan Hari Pahlawan di hadiri sebanyak 300 lebih peserta dari seluruh Indonesia yang terdiri dari Dewan Pembina, Dewan Pengawas, Dewan Pakar, dan Dewan Pengurus, serta Para Pembina, Dewan Pakar, dan Dewan Pengurus DPD dan DPC di berbagai daerah di Indonesia.
Acara dimulai pukul 12.45 wib dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, mengheningkan cipta, pembacaan teks Pancasila, menyanyikan lagu Syukur, menyanyikan Mars GPP, doa pembuka, dilanjutkan dengan opening speech oleh Ketua Umum DPP Gerakan Pembumian Pancasila, Dr. Antonius D.R. Manurung, MSi, dan Keynote Speaker oleh Ketua Dewan Pertimbangan Presiden RI Jenderal TNI (Purn) Dr. H. Wiranto, SH, SIP, MM.
Ketum DPP GPP Anton Manurung dalam sambutan pembukaan mengatakan “Pembumian Pancasila merupakan suatu amanah buat kita semua, oleh karena itu kita berkumpul dari Dewan Pimpinan Pusat (Dewan Pembina, Dewan Pengawas, Dewan Pakar, dan Dewan Pengurus) serta 19 DPD (11 DPD yang definitif dan DPD yang sebentar lagi akan dideklarasikan dan dilantik). Kemudian ada sekitar 35 DPC yang juga telah terbentuk di seluruh Indonesia”, ujarnya.
Ketum DPP GPP mengingatkan kepada seluruh yang hadir dalam Peringatan 10 November agar ingat pesan yang pernah disampaikan Sukarno sebagai Bapak Bangsa kepada kita: “hanya bangsa yang tahu menghargai pahlawannya yang dapat menjadi bangsa yang besar “.
Selanjutnya Dr. Anton mengajukan pertanyaan reflektif dan kritis: sudah sejauhmana kita menghormati dan menghargai para pahlawan? Pertanyaan Ini menjadi penting buat kita semua, Kemudian kita juga ingat apa yang pernah dikatakan oleh Muhammad Roem, pejuang kemerdekaan bahwa “seorang pahlawan bukan ditentukan oleh tempat dimana ia dimakamkan, tetapi pahlawan itu ditentukan oleh seberapa besar dan seberapa banyak jasa-jasanya bagi bangsa dan negara”.
Tentunya pesan ini mengingatkan pada sebuah Hadis Nabi Muhanmad SAW yang menyebutkan dalam HR Tabrani: “sebaik-baik manusia adalah yang banyak memberi manfaat kepada manusia yang lain”.
Ini menjadi refleksi awal dan penting untuk kita semua. Ujar Ketum DPP GPP yang juga sebagai Pendiri GPP, yang lahir, Sabtu, 1 Juni 2019.
Pada bagian akhir opening speechnya, Ketum DPP GPP mengajak seluruh elemen bangsa dan para pimpinan mulai dari pusat hingga ke daerah untuk memahami dan menjalankan dengan sungguh-sungguh Subtema Peringatan Hari Pahlawan: “Melalui Peringatan Hari Pahlawan Kita Bangkitkan Kesadaran Baru dan Heroisme Generasi Bangsa dalam Membumikan Pancasila secara Progresif Revolusioner”.
Kenapa hal ini penting? Karena di depan kita terlalu banyak dan besar ‘musuh’ (kelompok deideologisasi Pancasila) yang sedang kita hadapi. Ada kelompok radikalisme- fundamentalisme transnasional dan ada kelompok nekolim/neolib (neo kolonialisme – imperialisme/neoliberalisme yang ingin menjajah kembali negeri ini dalam berbagai bentuk dan manifestasinyq dan berupaya menggantikan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Ideologi Bangsa.
Momentum 17 Agustus 1945 adalah harga yang terlalu mahal yang tidak bisa ditawar bahkan dibeli oleh siapapun, oleh bangsa manapun. tegas Anton, Dewan Pakar DPP PA GMNI ini, yang juga adalah Doktor Psikologi di UMB.
Untuk itu, sebagai anak bangsa, mari kita dengan gegap gempita dan pekikan kata ‘Merdeka’ menyerukan kepada seluruh anak bangsa untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, membumikan Pancasila, memahami prinsip bhineka tunggal ika yang merupakan semboyan yang mempersatukan bangsa Indonesia, ujar Anton Manurung.
Ketua Dewan Pertimbangan Presiden RI, Jenderal TNI (Purn) Dr. H. Wiranto, S.H., S.I.P., M.M. mengawali sebagai keynote speaker mengungkapkan apresiasi yang sungguh luar biasa kepada DPP Gerakan Pembumian Pancasila dan langsung menerima permohonan sebagai keynote speaker, terutama setelah membaca Tema Peringatan Hari Pahlawan yang diselenggarakan oleh DPP GPP.
Tema Peringatan Hari Pahlawan yang dibahas dalam Musyawarah Kebangsaan ini sangat relevan dan tepat sekali diangkat dalam kondisi bangsa Indonesia pada saat ini bahwa: “Kita harus membangkitkan jiwa dan roh kepahlawanan dalam upaya mewujudkan cita-cita revolusi Indonesia membangun masyarakat Pancasila tanpa penghisapan dan penindasan manusia atas manusia, bangsa atas bangsa”, Ujar Dr. Wiranto di awal sambutannya.
Kondisi bangsa dan negara saat ini masih banyak membutuhkan munculnya pahlawan-pahlawan baru. Dalam tema tersebut saya dapati dua kalimat kunci, yang pertama ‘membangkitkan jiwa dan roh kepahlawanan’ dan yang kedua ‘mewujudkan cita-cita revolusi Indonesia, yang gambaran verbalnya adalah terbangunnya masyarakat Pancasila yang bebas dari penghisapan antara manusia dan antara bangsa’.
Saya menyakini kita memiliki satu pandangan yang sama bahwa peringatan hari Pahlawan pada tahun-tahun belakangan ini semakin kehilangan makna. Seringkali peringatan yang di adakan terlihat hanya sekedar seremonial belaka, yang berlalu tanpa arti; tidak diartikulasikan dalam proses pewarisan semangat juang kepahlawanan yang gigih yang rela berkorban dan tidak kenal menyerah.
Mengapa bisa seperti itu? Menurut hemat saya, di sini ada kesalahan mindset yang terus membelenggu pemahaman banyak orang tentang pengertian pahlawan. Ada kondisi obyektif yang tanpa kita sadari mempersempit definisi dari pada pahlawan yang menyesatkan banyak orang, antara lain, kita tau bahwa peringatan Hari Pahlawan 10 November bersumber pada pertempuran bersenjata (merdeka atau mati) para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan di Kota Surabaya.
Di pelajaran sejarah kebangsaan kita dikenalkan nama-nama para pahlawan nasional dari Cut Nyak Dien, Teuku Umar, Imam Bonjol, Diponegoro, Pattimura, Hasanudin, Ngurah Rai, Jenderal Sudirman sampai kepada Bung Tomo dan masih banyak lagi yang didominasi tokoh-tokoh perjuangan bersenjata yang banyak juga di setiap daerah kita jumpai di Taman Makam Pahlawan tempat bersemayamnya para pahlawan perjuangan bersenjata.
Perlu saya sampaikan kepada para hadirin, dalam undang-undang nomor 20 tahun 2009 yang menyangkut dengan gelar tanda jasa dan tanda kehormatan, paling tidak ada lima jenis gelar pahlawan yang diatur, yaitu pahlawan Perintis Kemerdekaan, Pahlawan Kemerdekaan Nasional, Pahlawan Proklamator, Pahlawan Kebangkitan Nasional, dan Pahlawan Revolusi dan Pahlawan Ampera.
Dari realitas tersebut terbangun pemahaman bahwa yang disebut dengan pahlawan identik dengan perjuangan bersenjata melawan musuh bangsa atau sebatas perjuangan kemerdekaan. Kalau kita terjebak dalam pemahaman seperti itu, maka tamatlah cerita tentang pahlawan, imbuh Wiranto.
Peristiwa heroik dijumpai hanya dalam sejarah kebangsaan seakan-akan pahlawan dilahirkan dari perjuangan bersenjata atau perjuangan kemerdekaan. mindset seperti ini masih sangat kuat melekat dan tertanam dalam pemahaman banyak orang dan kalau pemahaman seperti ini terus berlanjut, maka semangat untuk mewarisi jiwa dan roh kepahlawanan akan sulit direalisasikan dalam kehidupan masa kini dan yang akan datang.
Dari tahun ke tahun Peringatan Hari Pahlawan akan tetap hambar tanpa makna, tidak akan ada proses penerapan nilai juang yang melahirkan pahlawan baru di zaman ‘now’ ini.
Saudara – saudara yang saya cintai, kita tentu tidak akan membiarkan masyarakat kita terbelenggu dalam paradigma kepahlawanan yang salah. Tugas sejarah untuk kita semua bahwa kita harus memberikan pengertian yang baik dan benar bahwa dengan kita merdeka dari hasil perjuangan para pahlawan pendiri bangsa, sejatinya perang belum selesai. Dan tidak akan pernah selesai. Perang kemerdekaan secara yuridis formil memang telah selesai dan hasilnya Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun bukan berarti perjuangan telah usai, tegas Ketua Wantimpres RI.
Lebih jauh, Wiranto memaparkan, untuk mewujudkan masyarakat Pancasila yang bebas dari penghisapan dan penindasan bangsa Indonesia masih menghadapi perang- perang lainnya, yang lebih beragam, lebih kompleks, lebih multidimensional. Dalam konteks global misalnya, realitas formalnya diwarnai dengan berbagai kerjasama antar bangsa, baik bilateral maupun multilateral, namun secara esensial sebenarnya telah terjadi suatu perang tanpa bentuk pada dimensi yang sangat luas. Ada proxi war, misalnya yang merupakan perang yang sangat teraplikasikan dalam kondisi yang saling menekan, saling menjatuhkan antar bangsa dalam berbagai kehidupan yang tentunya untuk kepentingan keamanan dan kesejahteraan bangsa itu sendiri.
Di dalam negeri, Kita masih harus berperang melawan terorisme, narkoba, ilegal logging, illegal fishing, human trafficking untuk mencegah pengihisapan dan penindasan antar manusia kita juga masih menghadapi perang melawan kemiskinan dan kebodohan, ujar Dr. Wiranto dengan nada tegas dan penuh kharisma.
Untuk memenangkan berbagai perang itu tidak mungkin saudara-saudara kita biarkan, kita serahkan kepada masyarakat untuk melawannya. Harus ada yang memimpin harus ada yang inisiasi mendorong mengajak harus ada orang-orang yang memiliki jiwa kepahlawanan yang berjuang dengan gigih, pantang menyerah dan rela berkorban untuk tujuan yang mulia. Itulah yang disebut pahlawan di zaman ‘now’, ujarnya.
Sebenarnya telah banyak contoh adanya pahlawan-pahlawan baru yang berjuang bukan dengan senjata, namun mereka berjuang dengan mengedepankan hati nuraninya untuk kemanusiaan. Pemerintahpun telah memberikan pengakuan dan penghargaan kepada mereka itu. Namun masalahnya, masih tergolong sedikit. Bangsa Indonesia masih butuh banyak pahlawan untuk melanjutkan perjuangan yang belum usai.
Kita patut bersyukur bahwa saat bangsa Indonesia berperang melawan pandemi covid-19 ternyata telah tampil para petugas petugas medis yang menangani para pasien melawan virus covid 19, merekalah pahlawan kemanusiaan yang kita tahu berkorban waktu, tenaga, mental, bahkan jiwanya dalam perang melawan pandemi Covid 19 yang mengancam kehidupan bangsa dan negara, imbuh Wiranto dengan penuh pengharapan.
Saya memiliki keyakinan apabila para pemuda generasi penerus bangsa mampu mengartikulasikan kepahlawanan secara benar dan mampu menyerap jiwa dan roh kepahlawanan para pendahulu kita pasti akan muncul pahlawan-pahlawan baru yang akan memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan untuk mewujudkan masyarakat Pancasila tanpa penghisapan dan penindasan, ujar Ketua Wantimpres RI, mengakhiri paparannya.
Usai sambutan Wiranto sebagai Keynote Speaker, dilanjutkan pemaparan makna hari Pahlawan yang disampaikan oleh dr. Erdy Techrisna Satyadi, MKK, MARS (Ketua Gugus Kemanusiaan DPP GPP/ Praktisi dan Konsultan Kesehatan Kerja), Yesaya Suharsono (Dewan Pengawas DPP GPP/Ketua Indonesia Bangkit), dan Dodik Pranata Wijaya (Staf Khusus Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi-PDTT).
Usai pemaparan ketiga narasumber dilanjutkan dengan Pembacaan Maklumat Kebangsaan Gerakan Pembumian Pancasila, Deklarasi dan Pelantikan 8 DPD Gerakan Pembumian Pancasila yang baru terbentuk (DPD GPP Provinsi Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat) menambah 11 DPD GPP yang telah dideklarasikan dan dilantik sebelumnya.
Acara ditutup dengan closing statement oleh RD.Florens Maxi Un Bria, S Ag.M.Sos., Sekretaris Dewan Pembina DPP GPP serta Doa Penutup oleh Dr. I. Nyoman Astawa, M.Si., M.Phil., Sekretaris Dewan Pakar DPP GPP dan senandung lagu ‘Putih-Putih Melati’ karya Guruh Sukarno Putra dan dinyanyikan oleh Dra.Tika Bisono, M.PsiT., Psikolog, Dewan Pakar DPP GPP.
MERDEKA!!!
SALAM PANCASILA??????